Pengertian:
-
Semantics: kajian linguistic yang mempelajari makna
dari morfem, kata, frasa, dan kalimat.
-
Pragmatics: kajian linguistic yang mempelajari makna
kontekstual di balik sebuah ujaran atau makna yang tercipta pada saat sebuah
ujaran tersebut diujarkan.
Objek kajian:
-
Semantics: morfem, kata, frasa, kalimat
-
Pragmatics: ujaran (semua bunyi yang dihasilkan oleh
alat ujar manusia yang mempunyai makna)
Keterangan:
-
Semantics hanya mempelajari makna abstrak, yaitu hanya
makna yang melekat pada morfem, kata, frasa, kalimat tersebut. Semantics tidak
mempedulikan situasi saat morfem, kata, frasa, atau kalimat tersebut digunakan.
-
Pragmatics tidak hanya mempelajari makna yang melekat
pada morfem, kata, frasa atau kalimat yang digunakan. Tapi juga mempelajari
konteks saat sebuah ujaran tersebut diujarkan. Pragmatics memperhatikan waktu,
tempat, siapa yang mengujarkan, dan pada siapa ujaran itu ditujukan.
-
Objek kajian semantics hanya memiliki satu makna,
yaitu makna yang melekat padanya yang sesuai dengan kamus.
-
Objek kajian pragmatics mempunyai makna yang beragam
tergantung interpretasi setiap orang yang mendengar ujaran tersebut diujarkan.
(1) Pragmatik
adalah kajian mengenai hubungan antara tanda (lambang) dengan penafsirnya,
sedangkan semantik adalah kajian mengenai hubungan antara tanda (lambang)
dengan objek yang diacu oleh tanda tersebut.
(2) Pragmatik
adalah kajian mengenai penggunaan bahasa, sedangkan semantik adalah kajian
mengenai makna.
(3) Pragmatik
adalah kajian bahasa dan perspektif fungsional, artinya kajian ini mencoba
menjelaskan aspek-aspek struktur linguistik dengan mengacu ke pengaruh-pengaruh
dan sebab-sebab nonlinguistik.
(4) Pragmatik
adalah kajian mengenai hubungan antara bahasa dengan konteks yang menjadi dasar
dari penjelasan tentang pemahaman bahasa.
(5) Pragmatik
adalah kajian mengenai deiksis, implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan
aspek-aspek struktur wacana.
(6) Pragmatik
adalah kajian mengenai bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi, terutama
hubungan antara kalimat dengan konteks dan situasi pemakaiannya.
Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa
cakupan kajian pragmatik sangat luas sehingga sering dianggap tumpang tindih
dengan kajian wacana atau kajian sosiolinguistik. Yang jelas disepakati ialah
bahwa satuan kajian pragmatik bukanlah kata atau kalimat, melainkan tindak
tutur atau tindak ujaran (speech act)
Perbedaan kajian
makna dalam semantik dengan pragmatik:
Perbedaan kajian makna dalam semantik dengan pragmatik:
1. Pragmatik mengkaji makna di luar jangkauan semantik.
Contoh:
Di sebuah ruang kelas, Dewi duduk di deretan kursi belakang. Lalu, ia berkata kepada gurunya, “Pak, maaf saya mau ke belakang.”
Perbedaan kajian makna dalam semantik dengan pragmatik:
1. Pragmatik mengkaji makna di luar jangkauan semantik.
Contoh:
Di sebuah ruang kelas, Dewi duduk di deretan kursi belakang. Lalu, ia berkata kepada gurunya, “Pak, maaf saya mau ke belakang.”
Kata yang bergaris
bawah itu ‘belakang’ secara semantik berarti lawan dari depan, berarti kalau
dikaji secara semantik, Dewi hendak ke belakang. Akan tetapi, kalau kita lihat
konteksnya, Dewi sudah duduk di deretan paling belakang. Tentu saja tidak mungkin
makna ‘belakang’ yang diartikan secara semantik yang dimaksud Dewi. Nah,
sekarang kita kaji dengan menggunakan pragmatik, di mana dalam pragmatik ini
dilibatkan yang namanya “konteks”. Konteksnya apa? Konteksnya yaitu keadaan
Dewi yang sudah duduk di belakang, sehingga tidak mungkin ia minta izin untuk
ke belakang lagi (kita gunakan logika). Biasanya, orang minta izin ke belakang
untuk keperluan sesuatu, seperti pergi ke toilet atau tempat lainnya. Nah,
kalau yang ini masuk akal kan?
Jadi, makna kata ‘belakang’ dalam kalimat di atas tidak dapat dijelaskan secara semantik, hanya bisa dijelaskan secara pragmatik. Maka dari itulah dinyatakan bahwa kajian makna pragmatik berada di luar jangkauan semantik.
2. Sifat kajian dalam semantik adalah diadic relation (hubungan dua arah), hanya melibatkan bentuk dan makna. Sifat kajian dalam pragmatik adalah triadic relation (hubungan tiga arah), yaitu melibatkan bentuk, makna, dan konteks.
3. Semantik merupakan bidang yang bersifat bebas konteks (independent context), sedangkan pragmatik bersifat terikat dengan konteks (dependent context). Hal ini dapat dijelaskan pada contoh soal poin ke-1. Pada contoh tersebut, ketika makna kata ‘belakang’ dikaji secara semantik, ia tidak memperhatikan konteksnya bagaimana (independent context), ia hanya dikaji berdasarkan makna yang terdapat dalam kamus. Namun, ketika kata ‘belakang’ dikaji dengan pragmatik, konteks siapa yang berbicara, kepada siapa orang itu berbicara, bagaimana keadaan si pembicara, kapan, di mana, dan apa tujuannya ini sangat diperhatikan, sehingga maksud si pembicara dapat dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya.
4. Salah satu objek kajian semantik adalah kalimat, sehingga semantik ini sering disebut makna kalimat. Dalam pragmatik, objek kajiannya adalah tuturan (utterance) atau maksud.
5. Semantik diatur oleh kaidah kebahasaan (tatabahasa), sedangkan pragmatik dikendalikan oleh prinsip komunikasi. Jadi, kajian makna dalam semantik lebih objektif daripada pragmatik, karena hanya memperhatikan makna tersebut sesuai dengan makna yang terdapat dalam leksemnya. Kajian makna pragmatik dapat dikatakan lebih subjektif, karena mengandung konteks/memperhatikan konteks. Dan setiap orang pasti mempunyai makna sendiri sesuai dengan konteks yang dipandangnya. Selain itu, pragmatik juga dimotivasi oleh tujuan komunikasi. Selain itu, pemaknaan semantik itu ketat, karena terpaku pada makna kata secara leksikal (tanpa konteks), sedangkan pemaknaan pragmatik lebih lentur karena tidak mutlak bermakna “itu”.
6. Semantik bersifat konvensional, sedangkan pragmatik bersifat non-konvensional. Dikatakan konvensional karena diatur oleh tatabahasa atau menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan.
7. Semantik bersifat formal (dengan memfokuskan bentuk: fonem, morfem, kata, klausa, kalimat), sedangkan pragmatik bersifat fungsional.
8. Semantik bersifat ideasional, maksudnya yaitu makna yang ditangkap masih bersifat individu dan masih berupa ide, karena belum dipergunakan dalam berkomunikasi. Sedangkan pragmatik bersifat interpersonal, maksudnya yaitu makna yang dikaji dapat dipahami/ditafsirkan oleh orang banyak, tidak lagi bersifat individu, karena sudah menggunakan konteks.
9. Representasi (bentuk logika) semantik suatu kalimat berbeda dengan interpretasi pragmatiknya.
Contoh: “Kawan, habis makan-makan kita minum-minum yuk…”
• Dikaji dari semantik, kata “minum-minum” berarti melakukan kegiatan ‘minum air’ berulang-ulang, tidak cukup sekali minum.
• Dikaji dari segi pragmatik, kata “minum-minum” berarti meminum minuman keras (alkohol).
Jadi, makna kata ‘belakang’ dalam kalimat di atas tidak dapat dijelaskan secara semantik, hanya bisa dijelaskan secara pragmatik. Maka dari itulah dinyatakan bahwa kajian makna pragmatik berada di luar jangkauan semantik.
2. Sifat kajian dalam semantik adalah diadic relation (hubungan dua arah), hanya melibatkan bentuk dan makna. Sifat kajian dalam pragmatik adalah triadic relation (hubungan tiga arah), yaitu melibatkan bentuk, makna, dan konteks.
3. Semantik merupakan bidang yang bersifat bebas konteks (independent context), sedangkan pragmatik bersifat terikat dengan konteks (dependent context). Hal ini dapat dijelaskan pada contoh soal poin ke-1. Pada contoh tersebut, ketika makna kata ‘belakang’ dikaji secara semantik, ia tidak memperhatikan konteksnya bagaimana (independent context), ia hanya dikaji berdasarkan makna yang terdapat dalam kamus. Namun, ketika kata ‘belakang’ dikaji dengan pragmatik, konteks siapa yang berbicara, kepada siapa orang itu berbicara, bagaimana keadaan si pembicara, kapan, di mana, dan apa tujuannya ini sangat diperhatikan, sehingga maksud si pembicara dapat dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya.
4. Salah satu objek kajian semantik adalah kalimat, sehingga semantik ini sering disebut makna kalimat. Dalam pragmatik, objek kajiannya adalah tuturan (utterance) atau maksud.
5. Semantik diatur oleh kaidah kebahasaan (tatabahasa), sedangkan pragmatik dikendalikan oleh prinsip komunikasi. Jadi, kajian makna dalam semantik lebih objektif daripada pragmatik, karena hanya memperhatikan makna tersebut sesuai dengan makna yang terdapat dalam leksemnya. Kajian makna pragmatik dapat dikatakan lebih subjektif, karena mengandung konteks/memperhatikan konteks. Dan setiap orang pasti mempunyai makna sendiri sesuai dengan konteks yang dipandangnya. Selain itu, pragmatik juga dimotivasi oleh tujuan komunikasi. Selain itu, pemaknaan semantik itu ketat, karena terpaku pada makna kata secara leksikal (tanpa konteks), sedangkan pemaknaan pragmatik lebih lentur karena tidak mutlak bermakna “itu”.
6. Semantik bersifat konvensional, sedangkan pragmatik bersifat non-konvensional. Dikatakan konvensional karena diatur oleh tatabahasa atau menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan.
7. Semantik bersifat formal (dengan memfokuskan bentuk: fonem, morfem, kata, klausa, kalimat), sedangkan pragmatik bersifat fungsional.
8. Semantik bersifat ideasional, maksudnya yaitu makna yang ditangkap masih bersifat individu dan masih berupa ide, karena belum dipergunakan dalam berkomunikasi. Sedangkan pragmatik bersifat interpersonal, maksudnya yaitu makna yang dikaji dapat dipahami/ditafsirkan oleh orang banyak, tidak lagi bersifat individu, karena sudah menggunakan konteks.
9. Representasi (bentuk logika) semantik suatu kalimat berbeda dengan interpretasi pragmatiknya.
Contoh: “Kawan, habis makan-makan kita minum-minum yuk…”
• Dikaji dari semantik, kata “minum-minum” berarti melakukan kegiatan ‘minum air’ berulang-ulang, tidak cukup sekali minum.
• Dikaji dari segi pragmatik, kata “minum-minum” berarti meminum minuman keras (alkohol).
Thanks a lot. Very helpful :-)
BalasHapusThanks a lot
BalasHapusThanks
BalasHapusterimakasih :-) brmanfaat sekali
BalasHapusgood explanation
BalasHapusterima kasih. sangat membantu sekali :)
BalasHapusTerima kasih cinta
BalasHapusGoblog si isan
HapusThanks
BalasHapus